PENGARUH KONDISI KEUANGAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, DAN REPUTASI
AUDITOR PADA PENGUNGKAPAN
OPINI AUDIT GOING CONCERN
NI PUTU MERIANI1
KOMANG AYU KRISNADEWI
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana
ABSTRAK
Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan
suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak
dapat bertahan dalam bisnis. Pengungkapan opini audit going concern merupakan
hal yang tidak diharapkan oleh perusahaan karena akan berdampak pada hilangnya
kepercayaan publik terhadap citra perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, dan reputasi
auditor pada pengungkapan opini audit going concern. Penelitian ini dilakukan
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2008--2010 dengan jumlah pengamatan sebanyak 78 sampel yang diperoleh dengan
metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis regresi logistik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kondisi keuangan
yang diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan secara signifikan
berpengaruh negatif pada pengungkapan opini audit going concern. Pertumbuhan
perusahaan yang diproksikan dengan pertumbuhan pernjualan dan reputasi auditor
yang diproksikan dengan ukuran KAP tidak berpengaruh secara signifikan pada
pengungkapan opini audit going concern.
Kata kunci: kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, reputasi
auditor, pengungkapan opini going concern
ABSTRACT
Audit report with modification of going concern indicates that in
auditor’s opinion there is a risk that auditee could not survive. This going
concern modification is not expected by companies because it would decrease public
trust on the company’s image. This research aims to investigate the impact of
financial condition, company growth, and auditor reputation on going concern
audit opinion. The research object includes manufacturer listed on Indonesia
Stock Exchange during 2008-2010 with 78 observations obtained using purposive
sampling method. Data then is analyzed using logistic regression analysis. The
result shows that the financial condition proxied by bankruptcy prediction
model affect going concern auditor opinion negatively and significantly. While
company size which is proxied by sales growth and auditor reputation which is
proxied by audit firm size do not significantly affect the opinion.
Keywords: financial condition, company growth, auditor reputation,
going concern opinion
I. PENDAHULUAN
Perusahaan merupakan sebuah entitas bisnis yang menjalankan
usahanya dengan tujuan memperoleh laba (profit oriented). Laba menjadi tolok
ukur yang penting atas efektivitas dan efisiensi (Anthony dan Govindarajan,
2008:175), namun perolehan laba tidak menjamin perusahaan mampu beroperasi
dalam jangka panjang. Perusahaan diharapkan dapat beroperasi dalam waktu cukup
lama untuk merealisasikan proyek, komitmen, dan aktivitasnya yang
berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan dalil kelangsungan usaha (going concern
postulate) yang mengasumsikan bahwa entitas tidak diharapkan akan dilikuidasi
pada masa depan atau bahwa entitas akan berlanjut sampai periode yang tidak
dapat ditentukan (Belkaoui, 2006:271).
Kelangsungan usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen
dalam mengelola perusahaan. Ketika suatu perusahaan mengalami permasalahan
keuangan (financial distress), kegiatan operasional akan terganggu. Hal itu
akhirnya berdampak pada tingginya risiko perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan usahanya pada masa mendatang. Hal ini akan mempengaruhi opini
audit yang diberikan oleh auditor (Ayu, 2010).
Krisis keuangan global yang terjadi tahun 2008 merupakan peristiwa
yang mempengaruhi perekonomian hampir seluruh negara di dunia, termasuk
Indonesia. Krisis tersebut berawal dari jatuhnya Lehman Brothers, sebuah
perusahaan jasa keuangan global di Amerika Serikat (Depkeu, 2008). Krisis
tersebut dapat berdampak pada kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan
hidupnya. Keberadaan entitas bisnis telah banyak diwarnai oleh kasus-kasus
hukum yang melibatkan manipulasi akuntansi. Peristiwa ini pernah terjadi pada
beberapa perusahaan besar di Amerika, seperti Enron dan Worldcom. Kasus ini
melibatkan banyak pihak dan berdampak cukup luas. Selain dari pihak perusahaan,
auditor independen juga harus bertanggung jawab atas merebaknya kasus-kasus
manipulasi akuntansi seperti ini (Susiana dan Arleen, 2007). Weiss (2002) dalam
Tucker dkk. (2003) menemukan bahwa dari 228 perusahaan publik yang mengalami
kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima opini wajar tanpa
pengecualian pada tahun sebelum terjadi kebangkrutan.
Peristiwa serupa pernah terjadi di Indonesia. Beberapa bank
dilikuidasi setelah sebelumnya menerima pendapat wajar tanpa pengecualian. Pada
awal tahun 1990, Bank Suma dilikuidasi. Selanjutnya terdapat 16 bank yang telah
dilikuidasi pemerintah per 1 November 1997, Bank Prasidha Utama dan Bank Ratu
dilikuidasi tahun 2000, Unibank pada tahun 2001, Bank Asiatic dan Bank Dagang
Bali pada tahun 2004, serta Bank Global Internasional pada tahun 2005. Dalam
peristiwa ini, laporan audit yang dibuat oleh kantor akuntan publik (KAP)
menyatakan bahwa kondisi perbankan saat itu sangat baik, tetapi dalam
kenyataannya buruk (Puji, 2007). Reputasi sebuah KAP dipertaruhkan ketika opini
yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang
sesungguhnya.
Auditor harus memiliki keberanian untuk mengungkapkan permasalahan
mengenai kelangsungan hidup (going concern) perusahaan klien. Permasalahan
going concern seharusnya diberikan oleh auditor dan dimasukkan dalam opini
auditnya pada saat opini audit itu diterbitkan.
Going concern merupakan salah satu asumsi dasar yang dipakai dalam
menyusun laporan keuangan. Asumsi ini mengharuskan perusahaan secara
operasional memiliki kemampuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan akan
melanjutkan usahanya pada masa depan. Oleh karena itu, suatu perusahaan
diasumsikan tidak bermaksud melikuidasi atau mengurangi secara material skala
usahanya (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004). Kemampuan manajemen dalam mengelola
perusahaan sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Jika
perusahaan mengalami permasalahan keuangan (financial distress), maka akan
berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini tentu akan mempengaruhi
opini yang diberikan oleh auditor.
Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan usahanya. Pertumbuhan perusahaan dapat diukur
dengan rasio pertumbuhan penjualan. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan mampu
meningkatkan volume penjualan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Penjualan yang meningkat menunjukkan aktivitas operasional perusahaan berjalan
dengan semestinya. Sebuah perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang positif
mempunyai kecenderungan untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahanya (Eko
dkk., 2006).
Pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah
karena berkaitan erat dengan reputasi auditor. Penghakiman terhadap akuntan
publik sering dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah dengan melihat
kondisi bangkrut tidaknya perusahaan yang diaudit. Nasib akuntan publik
sepertinya dipertaruhkan pada kelangsungan usaha perusahaan kliennya (Marisi,
2006). Ini menunjukkan bahwa reputasi auditor dipertaruhkan saat memberikan
opini audit. Meskipun demikian, opini going concern harus diungkapkan dengan
harapan dapat segera mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah
(Mirna dan Indira, 2007).
Terdapat sejumlah penelitian yang mengungkapkan pengaruh kondisi
keuangan, pertumbuhan perusahaan, dan reputasi auditor pada pengungkapan opini
audit going concern, yaitu McKeown dkk. (1991), Mutchler dkk. (1997), Carcello
dan Neal (2000), Margaretta dan Sylvia (2005), Geiger dan Rama (2006), Eko dkk.
(2006), Agrianti (2007), Arga dan Linda (2007), Donny (2007), Indira dan Ella
(2008), Arry dan Badera (2009), Indira (2009), Karyanti (2009), Tara (2009),
Yunia (2009), Ayu (2010), Junaidi dan Jogiyanto (2010), Widya (2010), serta
Neni (2011). Penelitian tersebut belum menunjukkan hasil yang konklusif.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur. Industri
manufaktur Indonesia memiliki peran penting dalam perekonomian. Sektor industri
manufaktur yang semakin berorientasi ekspor telah menopang ekonomi Indonesia.
Ekspor industri manufaktur menyumbang sekitar 83--85% terhadap ekspor nonmigas
dan sekitar 64--67% terhadap total ekspor Indonesia selama 1994--2005. Bahkan
kontribusi ekspor industri telah melampaui ekspor sektor pertanian dan
migas sejak awal dasawarsa 1990-an (Wawan, 2009). Hal ini menunjukkan
pentingnya pengungkapan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur.
Kebangkrutan pada perusahaan ini akan mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kondisi keuangan,
pertumbuhan perusahaan, dan reputasi auditor berpengaruh pada pengungkapan
opini audit going concern (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010)?
II. KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Auditing
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan (Mulyadi, 2002:9). ASOBAC (A Statement of Basic Auditing
Concepts) dalam Abdul (2003:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses
sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif
mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan
tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah
ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.
Kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
(going concern)
Puji (2007) menyatakan bahwa istilah going concern dapat
diinterpretasikan dalam dua hal, pertama adalah going concern sebagai konsep
dan kedua adalah going concern sebagai opini audit. Istilah going concern
sebagai konsep, diinterpretasikan sebagai kemampuan perusahaan mempertahankan
kelangsungan usahanya dalam jangka panjang. Sebagai opini audit, pemberian
opini going concern menunjukkan auditor memiliki kesangsian besar terhadap
kemampuan perusahaan melanjutkan usahanya pada masa mendatang. Kedua hal ini
saling berkaitan karena pemberian opini audit going concern berdasarkan
penilaian auditor terhadap kemampuan going concern perusahaan.
Pengembangan Hipotesis
Kondisi keuangan perusahaan merupakan suatu tampilan atau keadaan
secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode/kurun waktu tertentu.
Kondisi keuangan perusahaan merupakan tingkat kesehatan perusahaan
sesungguhnya. Masalah going concern banyak ditemukan pada perusahaan yang sakit
(Alexander, 2004). McKeown dkk. (1991) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi
perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan pengungkapan opini audit going
concern, begitu pula sebaliknya.
Penelitian Carcello dan Neal (2000) mengenai komposisi komite
audit dan laporan auditor menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan
maka akan semakin besar peluang pengungkapan opini audit going concern
oleh auditor. Temuan tersebut selaras dengan penelitian Margaretta dan Sylvia
(2005), Eko dkk. (2006), serta Arga dan Linda (2007) yang menunjukkan bahwa
model prediksi kebangkrutan sebagai proksi dari kondisi keuangan perusahaan
berpengaruh pada kemungkinan pengungkapan opini audit going concern.
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut.
H1: kondisi keuangan berpengaruh pada pengungkapan opini audit
going concern.
Pertumbuhan perusahaan adalah dampak atas arus dana perusahaan
dari perubahan operasional yang disebabkan oleh pertambahan atau penurunan
volume usaha (Helfert, 1997 dalam Amran, 2010). Pertumbuhan perusahaan
mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
usahanya. Dalam penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio
pertumbuhan penjualan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee.
Rasio pertumbuhan penjualan mengukur seberapa baik perusahaan
mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industri maupun dalam kegiatan
ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992 dalam Eko dkk., 2006).
Perusahaan dengan pertumbuhan baik akan mampu meningkatkan volume penjualannya
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Rasio pertumbuhan penjualan yang
positif menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya
sehingga memberikan peluang kepada perusahaan dalam meningkatkan laba dan
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Penelitian Donny (2007), Yunia
(2009), dan Widya (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh
pada pengungkapan opini audit going concern.
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut.
H2: pertumbuhan perusahaan berpengaruh pada pengungkapan opini
audit going concern.
Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang
disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor tersebut. Auditor
bertanggung jawab untuk menyediakan informasi berkualitas tinggi yang
bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Reputation and deep pockets theories
memprediksi adanya hubungan positif antara ukuran kantor akuntan publik (KAP)
dengan kualitas audit (Lennox, 2000). Craswell dkk. (1995) dalam Margaretta dan
Sylvia (2005) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang
berasal dari KAP besar dan berafiliasi dengan KAP internasional memiliki
kualitas lebih tinggi. Hal ini terjadi karena auditor tersebut memiliki
karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan,
pengakuan internasional, dan peer review.
De Angelo (1981) dalam Lennox (2000) mengemukakan bahwa KAP yang
besar memiliki insentif yang lebih tinggi untuk menghindari hal-hal yang dapat
merusak reputasinya dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil. KAP yang besar
akan berusaha keras mempertahankan reputasi mereka serta menghindari
tindakan-tindakan yang dapat merusak reputasi tersebut. Penelitian De Angelo
(1981) dalam M. Nizarul dkk. (2007) menunjukkan bahwa KAP yang besar akan
berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan
KAP yang kecil. Auditor yang memiliki reputasi dan nama besar dapat menyediakan
kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going
concern. Hal ini didukung oleh penelitian Mutchler dkk. (1997), Geiger dan Rama
(2006), serta Junaidi dan Jogiyanto (2010).
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut.
H3: reputasi auditor berpengaruh pada pengungkapan opini audit
going concern.
III. METODE PENELITIAN
Variabel dan Pengukuran Variabel
Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah
variabel independen dan variabel dependen.
(1) Kondisi keuangan (Z)
Mengacu pada penelitian yang dilakukan Margaretta dan Sylvia
(2005), dalam penelitian ini kondisi keuangan diproksikan dengan model prediksi
kebangkrutan, yaitu The Altman Model. Altman dan McGough (1974) dalam
Margaretta dan Sylvia (2005) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan
dengan menggunakan model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82% dan
menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor
untuk memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. The
Altman Model yang terkenal dengan istilah Z score merupakan suatu formula
yang dikembangkan oleh Altman untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan pada
beberapa periode sebelum terjadinya kebangkrutan. Penelitian ini menggunakan
The Altman Model (1968) yang diformulasikan khusus untuk perusahaan manufaktur
(Arga dan Linda, 2007). Formulanya adalah sebagai berikut.
Z = 1,2Z1 +
1,4Z2 + 3,3Z3 + 0,6Z4 + 0,999Z5...........................
(1)
Keterangan:
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = market value of equity/book value of debt
Z5 = sales/total asset
Nilai Z diperoleh dengan menghitung kelima rasio tersebut
berdasarkan data pada neraca dan laporan laba/rugi dikalikan dengan koefisien
tiap-tiap rasio kemudian hasilnya dijumlahkan.
(2) Pertumbuhan perusahaan (PP)
Pertumbuhan perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan
rasio pertumbuhan penjualan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama
auditee. Rasio pertumbuhan penjualan digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam pertumbuhan tingkat penjualan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Rumus rasio pertumbuhan penjualan, yaitu sebagai berikut.
Penjualan
bersiht - penjualan bersiht-1
Pertumbuhan penjualan =
--------------------------------------------- ............ (2)
Penjualan bersiht-1
Keterangan:
Penjualan bersih t = penjualan bersih tahun sekarang
Penjualan bersih t-1 = penjualan bersih satu tahun sebelumnya
Data ini diperoleh dengan menghitung rasio pertumbuhan penjualan
berdasarkan laporan laba/rugi tiap-tiap auditee.
(3) Reputasi auditor (RA)
Reputasi auditor diproksikan dengan menggunakan ukuran KAP. Ukuran
KAP ini dibedakan menjadi dua, yaitu KAP big four dan KAP nonbig four. Variabel
ini diukur dengan menggunakan variabel dummy, yaitu angka 1 diberikan jika
auditor yang mengaudit perusahaan merupakan auditor dari KAP big four dan 0
jika perusahaan diaudit oleh KAP nonbig four. Data ini diperoleh berdasarkan
laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit yang dilengkapi dengan laporan
auditor independen.
Adapun KAP big four yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut (Sinarwati, 2010).
a. PricewaterhouseCoopers (PwC) dengan partnernya di Indonesia
Haryanto Sahari dan Rekan.
b. Deloitte Touche Tohmatsu dengan partnernya di Indonesia Osman
Bing Satrio dan Rekan.
c. Klyveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) International dengan
partnernya di Indonesia Siddharta dan Widjaja.
d. Ernst and Young (EY) dengan partnernya di Indonesia Purwantono,
Sarwoko, dan Sandjaja.
(4) Opini audit going concern (OGC)
Opini audit going concern merupakan opini audit dengan paragraf
penjelasan mengenai pertimbangan auditor bahwa terdapat ketidakmampuan atau
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan
operasinya pada masa mendatang. Termasuk dalam opini audit going concern ini
adalah opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan, opini
wajar dengan pengecualian, opini tidak wajar, dan tidak memberikan opini
(Ikatan Akuntan Indonesia, 2001). Opini audit going concern merupakan variabel
dummy. Perusahaan yang menerima opini audit going concern diberi kode 1 dan
perusahaan yang menerima opini audit non-going concern diberi kode 0. Data ini
diperoleh berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit yang
dilengkapi dengan laporan auditor independen. Pengungkapan opini audit going
concern dapat dilihat dari pernyataan auditor atas kelangsungan hidup entitas,
baik yang tertera dalam paragraf keempat laporan auditor independen maupun
penjelasan atas laporan keuangan auditan (Sinarwati, 2010).
Pemilihan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008--2010. Sampel dipilih
dengan menggunakan metode nonprobability sampling dengan teknik purposive
sampling, yaitu sampel yang dipilih dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2009). Berdasarkan metode ini, diperoleh sampel sebanyak 78 perusahaan selama
periode 2008--2010. Pertimbangan yang dilakukan dalam menentukan sampel yang
dipilih adalah sebagai berikut.
- Perusahaan terdaftar secara berturut-turut di BEI selama periode 2008-2010.
- Perusahaan memiliki data yang dibutuhkan secara lengkap dan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen selama periode 2008--2010.
- Perusahaan mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya satu periode laporan keuangan selama periode pengamatan (2008--2010). Hal ini digunakan untuk menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang bermasalah dan memiliki kecenderungan pengungkapan opini audit going concern.
- Perusahaan menggunakan periode laporan keuangan mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
- Perusahaan menggunakan rupiah sebagai mata uang pelaporan.
Teknik Analisis Data
Uji asumsi klasik
(1) Uji normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai
Kurtosis dan Skewness dari residual. Nilai Z statistik untuk Kurtosis dan
Skewness dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Imam, 2009:150).
.................................(3)
..........................(4)
Keterangan:
Kurtosis = nilai kurtosis pada tabel descriptive statistics
Skewness = nilai skewness pada tabel descriptive statistics
N = jumlah sampel
Setelah mendapatkan nilai Z hitung dengan rumus yang telah
dijabarkan, kemudian dibandingkan dengan nilai Z tabel. Nilai Z tabel pada
tingkat signifikansi 0,05 adalah 1,96. Data berdistribusi normal jika nilai Z
hitung < 1,96.
2) Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji
Glejser. Data tidak mengalami heteroskedastisitas jika nilai signifikansi >
0,05 (Imam, 2009:129).
(3) Uji multikolonieritas
Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai korelasi, tolerance,
dan variance inflation factor (VIF). Data tidak mengalami multikolonieritas
jika nilai korelasi < 0,9; tolerance > 0,1; dan VIF < 10 (Imam,
2009:96).
(4) Uji autokorelasi
Autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin Watson. Data
tidak mengalami autokorelasi jika du < d < 4-du. Nilai d adalah nilai
Durbin Watson, sedangkan nilai du dapat dilihat pada tabel (Imam, 2009:100).
Uji regresi logistik
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik karena
variabel terikatnya merupakan data kualitatif berupa variabel dummy (Gunawan,
2007). Analisis regresi logistik dilakukan dengan bantuan program SPSS 17.
Persamaan model regresi logistik yang digunakan adalah sebagai berikut.
..........................(5)
Keterangan:
OGC = probabilitas mendapatkan opini audit going concern
α = konstanta
Z = kondisi keuangan
PP = pertumbuhan perusahaan
RA = reputasi auditor
ε = error term
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi sampel penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara
purposive sampling. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka diperoleh
sebanyak 78 sampel selama periode penelitian (2008--2010). Proses seleksi
sampel berdasarkan kriteria disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No.
|
Kriteria
|
Jumlah
|
1.
|
Perusahaan terdaftar secara berturut-turut di BEI selama periode
2008--2010.
|
127
|
2.
|
Perusahaan tidak memiliki data yang dibutuhkan secara lengkap
dan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen
selama periode 2008--2010
|
(32)
|
3.
|
Perusahaan tidak mengalami laba bersih setelah pajak yang
negatif sekurangnya satu periode laporan keuangan selama periode pengamatan
(2008--2010).
|
(67)
|
4.
|
Perusahaan tidak menggunakan periode laporan keuangan mulai 1
Januari sampai 31 Desember.
|
(0)
|
5.
|
Perusahaan tidak menggunakan rupiah sebagai mata uang pelaporan.
|
(2)
|
Jumlah sampel perusahaan
|
26
|
|
Jumlah pengamatan penelitian (3 tahun)
|
78
|
Pembahasan hasil penelitian
Hasil pengujian dengan regresi logistik disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Variabel dalam Persamaan
B
|
S.E.
|
Wald
|
df
|
Sig.
|
Exp(B)
|
||
Step 1a
|
Z
|
-1.269
|
.294
|
18.585
|
1
|
.000
|
.281
|
PP
|
1.418
|
1.313
|
1.167
|
1
|
.280
|
4.129
|
|
RA
|
.316
|
.736
|
.184
|
1
|
.668
|
1.372
|
|
Constant
|
.632
|
.448
|
1.988
|
1
|
.159
|
1.882
|
Tabel 4.2 menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada
tingkat signifikansi (α) 5%. Hasil pengujian menghasilkan model sebagai
berikut.
Berdasarkan model regresi tersebut, dapat diinterpretasikan
hasilnya sebagai berikut.
(1) Variabel kondisi keuangan (Z) menunjukkan koefisien regresi
negatif sebesar 1,269 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang lebih kecil
daripada 0,05 (5%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kondisi keuangan yang
diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan (Z score) secara signifikan
berpengaruh negatif pada pengungkapan opini audit going concern. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin rendah nilai Z score maka semakin tinggi kemungkinan
pengungkapan opini audit going concern, begitu pula sebaliknya.
(2) Variabel pertumbuhan perusahaan (PP) menunjukkan koefisien
regresi positif sebesar 1,418 dengan tingkat signifikansi 0,280 yang lebih
besar daripada 0,05 (5%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan perusahaan
yang diproksikan dengan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh pada
pengungkapan opini audit going concern. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
penjualan yang positif tidak menjamin untuk tidak diungkapkannya opini audit
going concern, begitu pula sebaliknya.
(3) Variabel reputasi auditor (RA) menunjukkan koefisien regresi
positif sebesar 0,316 dengan tingkat signifikansi 0,668 yang lebih
besar daripada 0,05 (5%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa reputasi auditor
yang diproksikan dengan ukuran KAP tidak berpengaruh pada pengungkapan opini
audit going concern. Hal ini menunjukkan bahwa auditor, baik dari KAP besar
maupun kecil, akan tetap memberikan opini audit going concern apabila auditor
meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan,
maka dapat disimpulkan bahwa variabel kondisi keuangan secara signifikan
berpengaruh negatif pada pengungkapan opini audit going concern. Sebaliknya,
pertumbuhan perusahaan dan reputasi auditor tidak berpengaruh pada pengungkapan
opini audit going concern.
Keterbatasan penelitian dan saran
Pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan pertumbuhan
penjualan dan reputasi auditor yang diproksikan dengan ukuran KAP tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan. Peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan proksi
lain yang diduga berpengaruh pada pengungkapan opini audit going concern dengan
lebih tepat dan didasari oleh landasan teori yang relevan, seperti menggunakan
pertumbuhan laba dan jumlah klien yang diaudit.
Tahun pengamatan lebih diperpanjang sehingga dapat melihat
kecenderungan tren pengungkapan opini audit going concern dalam jangka panjang.
Variabel kondisi keuangan yang diproksikan dengan model prediksi
kebangkrutan (Z score) secara empiris terbukti mampu memprediksi ketepatan
pemberian opini audit going concern. Model ini dapat dijadikan acuan bagi
auditor dalam memutuskan status going concern perusahaan.
Bagi perusahaan,
kelangsungan usaha (going concern) perusahaan seharusnya diperhatikan agar
tidak diungkapkan opini audit going concern oleh auditor. Pengungkapan opini
ini tentu akan mempengaruhi keputusan investor dalam menginvestasikan modalnya.
Bagi investor, pengungkapan opini audit going concern dapat dijadikan acuan
dalam menginvestasikan modalnya pada suatu perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim. 2003. Auditing (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan)
Jilid 1. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Agrianti Komalasari. 2007. “Analisis Pengaruh Kualitas Auditor dan
Proxi Going Concern terhadap Opini Auditor”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
9(2): h: 1-14.
Alexander Ramadhany. 2004. “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami
Financial Distress di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal MAKSI, 4: h: 146-160.
Amran Harun. 2010. “Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap
Struktur Modal dengan Kepemilikan Manajerial sebagai Variabel Moderating pada
Perusahaan Jasa di Bursa Efek Jakarta”. Tesis Program Magister Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Anthony, Robert N. dan Vijay Govindarajan (Kurniawan Tjakrawala,
Penerjemah). 2008. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi ke-11. Buku 1. Jakarta:
Salemba Empat.
Arga Fajar Santosa dan Linda Kusumaning Wedari. 2007. “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going
Concern”. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 11(2): h: 141-158.
Arry Pratama Rudyawan dan I Dewa Nyoman Badera. 2009. “Opini Audit
Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan
Perusahaan, Leverage, dan Reputasi Auditor”. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 4(2):
h: 129-138.
Ayu Tisna Nofitasari. 2010. “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2009)”. Skripsi
Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar.
Belkaoui, Ahmed Riahi (Ali Akbar Yulianto dan Risnawati Dermauli,
Penerjemah). 2006. Accounting Theory. Edisi 5. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Carcello, Joseph V. dan Terry L. Neal. 2000. “Audit Committee
Composition and Auditor Reporting”. The Accounting Review, 75(4): pp: 453-467.
Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2008. Lehman Brothers dan
Reformasi Birokrasi DJA. Diakses April, 29, 2011 dari http://
www.anggaran.depkeu.go.id.
Donny Fachrozy A. 2007. “Pengaruh Model Prediksi Kebangkrutan,
Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik terhadap Ketepatan
Pemberian Opini Audit Going Concern”. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang.
Eko Budi Setyarno, Indira Januarti, dan Faisal. 2006. “Pengaruh
Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya,
Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern”. Disampaikan pada
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX Padang.
Geiger, Marshall A. dan Dasaratha V. Rama. 2006. “Audit Firm Size
and Going Concern Reporting Accuracy”. Accounting Horizons, 20(1): pp: 1-16.
Gunawan Sumodiningrat. 2007. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta:
BPFE.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan
Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat.
Imam Ghozali. 2009. Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Januarti dan Ella Fitrianasari. 2008. “Analisis Rasio Keuangan dan
Nonkeuangan yang Mempengaruhi Auditor dalam Memberikan Opini Audit Going
Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di BEJ tahun 2000-2005)”. Jurnal MAKSI, 8(1): h: 43-58.
Indira Januarti. 2009. “Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan,
Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern (Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XII Palembang.
Junaidi dan Jogiyanto Hartono. 2010. “Faktor Nonkeuangan pada
Opini Going Concern”. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII
Purwokerto.
Karyanti. 2009. “Pengaruh Kualitas Auditor, Kondisi Keuangan
Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan, dan Debt
Default terhadap Kemungkinan Penerimaan Opini Audit Going Concern”. Skripsi
Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah,
Yogyakarta.
Lennox, Clive Steven. 2000. “Going Concern Opinions in Failing
Companies: Auditor Dependence and Opinion Shopping”. Diakses April, 5, 2011
dari http://www.ssrn.com.
M. Nizarul Alim, Trisni Hapsari, dan Liliek Purwanti. 2007.
“Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika
Auditor sebagai Variabel Pemoderasi”. Disampaikan pada Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) X Makassar.
Margaretta Fanny dan Sylvia Saputra. 2005. “Opini Audit Going
Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan
Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi pada Emiten Bursa Efek
Jakarta)”. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo.
Marisi P. Purba. 2006. Company Going Concern. Diakses April, 16,
2011 dari http://www.google.com.
McKeown, James C., Jane F. Mutchler, and Willian Hopwood. 1991.
“Towards an Explanation of Auditor Failure to Modify the Audit Opinions of
Bankrupt Companies”. Auditing: A Journal Practice & Theory, 10: pp: 1-13.
Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti. 2007. “Analisis
Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan
Opini Going Concern”. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X
Makassar.
Mulyadi. 2002. Auditing. Buku 2. Yogyakarta: Salemba Empat.
Mutchler, Jane F., William Hopwood, dan James M. McKeown. 1997.
“The Influence of Contrary Information and Mitigating Factors on Audit Opinion
Decisions on Bankrupt Companies”. Journal of Accounting Research, 35(2): pp:
295-310.
Neni Susanti. 2011. “Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Ukuran
Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya pada Opini
Going Concern (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2005-2009)”. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar.
Puji Rahayu. 2007. “Assessing Going Concern Opinion: A Study Based
on Financial and Non-Financial Informations (Empirical Evidence of Indonesian
Banking Firms Listed on JSX and SSX)”. Disampaikan pada Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) X Makassar.
Sinarwati, Ni Kadek. 2010. “Mengapa Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI Melakukan Pergantian Kantor Akuntan Publik”. Disampaikan pada
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke-13. Bandung:
Alfabeta.
Susiana dan Arleen Herawaty. 2007. “Analisis Pengaruh
Independensi, Mekanisme Corporate Governance, dan Kualitas Audit terhadap
Integritas Laporan Keuangan”. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi
(SNA) X Makassar.
Tara Ruci Karyana Murti. 2009. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan, Pertumbuhan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, dan Ukuran
Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern”. Skripsi Sarjana Jurusan
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.
Tucker, Robert R., Ella Mae Matsumura, dan K. R. Subramanyam.
2003. “Going Concern Judgments: An Experimental Test of The Self Fulfilling
Prophecy and Forecast Accuracy”. Journal of Accounting & Public Policy, 22:
pp: 401-432.
Wawan Junaidi. 2009. Peran Industri Manufaktur. Diakses Mei, 10,
2011 dari http://www.google.com.
Widya Mahantara, A.A. Gede. 2010. “Analisis Pengaruh Pertumbuhan
Perusahaan, Leverage, Opinion Shopping, dan Auditor Client Tenure pada
Penerimaan Opini Audit Going Concern”. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar.
Yunia Rissa Ashadi. 2009. “Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan,
Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Go
Public”. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri, Semarang.
PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT
DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI
M. NIZARUL ALIM
Fakultas Ekonomi
Universitas Trunojoyo Bangkalan
TRISNI HAPSARI
Alumni Pasca
Sarjana Universitas Brawijaya
LILIEK PURWANTI
Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya Malang
ABSTRACT
Auditor profession
have come to society focus in the last few years, start from case of Enron in
America up to case of PT Telkom,Tbk in Indonesia make auditor credibility
progressively questioned. That’s possibly related to independency and
competency of auditor. Auditor competency and independency will relate to the
ethics. Therefore, this research adopt contingency framework to evaluate the
relation of competency and independency to the quality of audit and also want
to know the impact of moderating variable (auditor ethics) to competency, audit
quality and independency, considering some years lately frequent auditor
profession related to various scandal befalling big companies. Population
in this research is entire auditor exist in East Java region, as according to
list in Directory Office Public Accountant 2006, amounting to 53. This research
use sampling random simple where conducted by determination of sample counted 5
auditor people to every KAP, so that the amount of sample is 215 respondents.
220 research questioners delivered directly through mail posting and returned
was 75 questioners or 34%. The research hypothesis conducted by implementing
analyzes interactions way two moderate regression.
The result indicates that
independency and competency effected audit quality significantly. This research
found evidence that interaction between auditor ethics and competency do not
have significantly effect to the audit quality. Future research expected can
extend survey area coverage, categorize research object, and include behavioral
variable and also factor of conditional other as moderating variable,
influencing independency and competency and also the quality of audit.
Keyword: competency, Independency, Ethics, Quality of Audit.
1. Pendahuluan
Profesi auditor telah menjadi sorotan
masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari kasus Enron di Amerika
sampai dengan kasus Telkom di Indonesia membuat kredibilitas auditor semakin
dipertanyakan. Kasus Telkom tentang tidak diakuinya KAP Eddy Pianto oleh SEC
dimana SEC tentu memiliki alasan khusus mengapa mereka tidak mengakui keberadaan
KAP Eddy Pianto. Hal tersebut bisa saja terkait dengan kompetensi dan
independensi yang dimiliki oleh auditor masih diragukan oleh SEC, dimana
kompetensi dan independensi merupakan dua karakteristik sekaligus yang harus
dimiliki oleh auditor. Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu
kompetensi dan independensi (Christiawan, 2002). De Angelo (1981)
mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan
dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien. Deis dan Groux (1992)
menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada
kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung
pada independensi auditor. Sebagian besar studi yang pernah dilakukan
dalam rangka mengevaluasi kualitas audit, selalu membuat kesimpulan dari sudut
pandang auditor (Widagdo et al., 2002). Hogan (1997) menjelaskan bahwa kantor auditor besar
dapat memberikan kualitas audit yang baik dimana dapat mengurangi terjadinya underpricingpada saat perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO). Teoh dan Wong (1993) juga memberikan
bukti bahwa ERC (Earnings Response Coefficient) perusahaan yang menjadi klien pada kantor
audit besar, secara statistik signifikan lebih besar dibandingkan perusahaan
yang menjadi klien pada kantor audit kecil. Kantor auditor yang besar
menunjukkan kredibilitas auditor yang semakin baik, yang berarti kualitas audit
yang dilakukan semakin baik pula (Hogan, 1997; Teoh dan Wong, 1993). Sutton
(1993) telah melakukan penelitian mengenai pengukuran kualitas audit pada tahap
proses. Penelitian yang dilakukan oleh Mock dan Samet (1982) mengembangkan
daftar faktor-faktor kualitas audit potensial dari literatur yakni screening yang digunakan oleh auditor dan survey auditor untuk mengevaluasi daftar tersebut. Meier dan Fuglister
(1992) mengungkapkan bahwa kualitas audit menurut konsep kos kualitas
tradisional yang terdiri dari 3 (tiga) kategori aktivitas yang perlu
dianalisis. Kategori itu adalah persiapan, penilaian dan aktivitas kegagalan.
Penelitian mengenai independensi telah banyak
dilakukan, diantaranya oleh Pany dan Reckers (1980) yang menemukan bahwa
independensi auditor dipengaruhi oleh ukuran klien dan pemberian hadiah.
Kemudian Lavin (1976) dalam penelitiannya menjelaskan lebih mendalam konsep
independensi dalam hal hubungan antara klien dan auditor melalui pengamatan
pihak ketiga. Banyaknya penelitian mengenai independensi menunjukkan bahwa
faktor independensi merupakan faktor penting bagi auditor untuk menjalankan
profesinya. Kompetensi dan independensi yang dimiliki auditor dalam
penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan
mempunyai tanggungjawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka (Nugrahaningsih, 2005). Penelitian tentang etika yang telah
dilakukan oleh Cushing (1999) menawarkan sebuah kerangka kerja untuk menguji
pendekatan standar etika dengan profesi akuntan. Kerangka kerja tersebut
berdasarkan pada game theory dengan melalui pembelian opini oleh klien
audit. Payamta (2002) menyatakan bahwa berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka
syarat-syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada
prinsip-prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan dalam
melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah (1) integritas, (2)
obyektifitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis, (6)
kemampuan profesional, dan (7) perilaku etika. Penelitian ini merupakan
penelitian gabungan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Deis dan Giroux (1992), Maryani dan Ludigdo (2001), Widagdo et al. (2002), Wooten (2003) dan Mayangsari (2003). Variabel penelitian
ini meliputi kompetensi, independensi, etika auditor dan kualitas audit, yang
diadopsi dari penelitian mereka. Penelitian ini mengadopsi kerangka kontijensi
untuk mengevaluasi hubungan antara kompetensi, independensi dan kualitas audit.
Pendekatan kontinjensi ini dilakukan dengan cara ditetapkannya variabel etika
auditor sebagai variabel moderasi yang mungkin akan mempengaruhi secara kuat
atau lemah hubungan antara kompetensi, independensi dan kualitas audit.
Motivasinya adalah ingin mengetahui pengaruh variabel moderasi (etika auditor)
terhadap kompetensi, independensi dan kualitas audit, mengingat beberapa tahun
belakangan ini profesi auditor kerap dikaitkan dengan berbagai skandal yang menimpa
perusahaan-perusahaan besar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk: 1)
menguji pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit, 2) menguji pengaruh
interaksi antara kompetensi dan etika auditor terhadap kualitas audit, 3)
menguji pengaruh independensi terhadap kualitas audit, dan 4). Untuk menguji
pengaruh interaksi antara independensi dan etika auditor terhadap kualitas
audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan independensi
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedang interaksi kompetensi dan
etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Untuk
memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang hasil penelitian ini, maka pada
bagian selanjutnya akan diuraikan tentang kajian teoritis dan perumusan
hipotesis penelitian, metodologi penelitian, dan hasil penelitian. Selanjutnya,
pemahaman secara mendalam tentang hasil analisis empirik akan disarikan dalam
kesimpulan penelitian dan kemungkinan penelitian di masa mendatang.
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
1. Kualitas Audit
De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit
sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang
adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit
yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil. Deis dan Giroux (1992)
melakukan penelitian tentang empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan
kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan
terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang auditor telah
melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan
semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas
audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan
berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat
kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan
auditor agar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh pihak ketiga, kualitas sudit akan meningkat jika auditor
tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak
ketiga. Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2003) menguji pengaruh
independensi dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil
penelitian ini mendukung hipotesa bahwa spesialisasi auditor berpengaruh
positif terhadap integritas laporan keuangan, serta independensi berpengaruh
negatif terhadap integritas laporan keuangan. Selain itu, mekanisme corporate governance berpengaruh secara statistis signifikan
terhadap integritas laporan keuangan meskipun tidak sesuai dengan tanda yang
diajukan dalam hipotesa. Widagdo et al. (2002) melakukan penelitian tentang atribut-atribut kualitas
audit oleh kantor akuntan publik yang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan
klien. Terdapat 12 atribut yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1)
pengalaman melakukan audit, (2) memahami industri klien, (3) responsif atas
kebutuhan klien, (4) taat pada standar umum, (5) independensi, (6) sikap
hati-hati, (7) komitmen terhadap kualitas audit, (8) keterlibatan pimpinan KAP,
(9) melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat, (10) keterlibatan komite audit,
(11) standar etika yang tinggi, dan (12) tidak mudah percaya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada 7 atribut kualitas audit yang berpengaruh terhadap
kepuasan klien, antara lain pengalaman melakukan audit, memahami industri
klien, responsif atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, komitmen
terhadap kualitas audit dan keterlibatan komite audit. Sedangkan 5 atribut
lainnya yaitu independensi, sikap hati-hati, melakukan pekerjaan lapangan
dengan tepat, standar etika yang tinggi dan tidak mudah percaya, tidak
berpengaruh terhadap kepuasan klien.
2. Etika Auditor
Etika berkaitan dengan pertanyaan tentang
bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya (Kell et al., 2002). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) etika berarti
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Maryani dan Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau
norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan
manusia atau masyarakat atau profesi. Penelitian yang dilakukan Maryani
dan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap
mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling
dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang
diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor
yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku
mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan,
organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup,
imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang
diperoleh dari kuesioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan
yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana
faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan.
3. Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam
Lasmahadi (2002) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari
seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior.
Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap,
pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku,
sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Susanto (2000) definisi tentang
kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristk yang mendasari
individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan,
serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi
kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman
(Mayangsari, 2003). Ashton (1991) menunjukkan bahwa dalam literatur
psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor
penting untuk meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran
kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan
pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada
dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain di selain pengalaman. Pendapat
ini didukung oleh Schmidt et al. (1988) yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan
antara pengalaman bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan
kompleksitas tugas. Selain itu, penelitian yang dilakukan Bonner (1990)
menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan
kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis.
Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi
dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor (Hogarth, 1991). Hasil
penelitian Bonner (1990) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas
membantu kinerja auditor berpengalaman melalui komponen pemilihan dan
pembobotan bukti hanya pada saat penetapan risiko analitis.Ashton (1991)
menemukan bukti empiris bahwa perbedaan pengetahuan yang dimiliki auditor pada
berbagai tingkat pengalaman, tidak dapat dijelaskan oleh lamanya pengalaman
yang dimilikinya. Choo dan Trotman (1991) memberikan bukti empiris bahwa
auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara
auditor yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam
menemukan item-item yang umum (typical). Penelitian serupa dilakukan oleh Tubbs (1992), menunjukkan
bahwa subyek yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan
kesalahan yang lebih banyak dan item-item kesalahannya lebih besar dibandingkan
auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit. Abdolmohammadi dan Wright
(1987) memberikan bukti empiris bahwa dampak pengalaman auditor akan signifikan
ketika kompleksitas tugas dipertimbangkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi
untuk auditor di Indonesia terdiri atas:
1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam
suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta,
prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga mengatakan
bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan
bagi pengetahuan.
2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi,
kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan
Larocque’s (1990) juga menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi,
dan kemampuan untuk bekerja sama adalah unsur penting bagi kompetensi audit.
Murtanto dan Gudono (1999) melakukan penelitian untuk mengungkap
persepsi tentang karakteristik keahlian auditor dari pespektif manajer partner,
senior/supervisor, dan mahasiswa auditing. Penelitian mereka juga
mengklasifikasikan karakteristik tersebut ke dalam lima kategori yaitu (1)
komponen pengetahuan, (2) ciri-ciri psikologis, (3) strategi penentuan keputusan,
(4) kemampuan berpikir dan (5) analisa tugas. Dengan demikian hipotesis
penelitian adalah:
H1: Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit
Selanjutnya, Behn et al. (1997) dalam Widagdo et al. (2002) mengembangkan atribut kualitas audit yang salah satu
diantaranya adalah standar etika yang tinggi, sedangkan atribut-atribut lainnya
terkait dengan kompetensi auditor. Audit yang berkualitas sangat penting untuk
menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggung jawabnya kepada investor, masyarakat
umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas
laporan keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi
(Widagdo et al., 2002).
H2: Interaksi kompetensi dan etika auditor
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit
4. Independensi
Definisi independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox adalah merupakan suatu
standar auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk
menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika
akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan
memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993:246). Kode Etik Akuntan
tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari
seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam
pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas. Penelitian yang dilakukan oleh Lavin (1976) menunjukkan
bahwa pembuatan pembukuan perusahaan atau pelaksanaan fungsi pengolahan data
oleh auditor tidak akan berpengaruh terhadap teknik-teknik yang digunakan
auditor untuk mengaudit. Selain itu penggunaan komputer klien untuk hubungan
bisnis dianggap juga tidak merusak independensi auditor. Shockley (1981)
melakukan penelitian tentang empat faktor yang berpengaruh terhadap
independensi akuntan publik dimana responden penelitiannya adalah kantor
akuntan publik, bank dan analis keuangan. Faktor yang diteliti adalah pemberian
jasa konsultasi kepada klien, persaingan antar KAP, ukuran KAP dan lama
hubungan audit dengan klien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KAP yang
memberikan jasa konsultasi manajemen kepada klien yang diaudit dapat
meningkatkan risiko rusaknya independensi yang lebih besar dibandingkan yang
tidak memberikan jasa tersebut. Tingkat persaingan antar KAP juga dapat
meningkatkan risiko rusaknya independensi akuntan publik. KAP yang lebih kecil
mempunyai risiko kehilangan independensi yang lebih besar dibandingkan KAP yang
lebih besar. Sedangkan faktor lama ikatan hubungan dengan klien tertentu tidak
mempengaruhi secara sifnifikan terhadap independensi akuntan publik.
Supriyono (1988) dalam Wati dan Subroto (2003)
telah melakukan penelitian mengenai independensi auditor di Indonesia.
Penelitian ini mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor
yaitu (1) ikatan keputusan keuangan dan hubungan usaha dengan klien; (2)
persaingan antar KAP; (3) pemberian jasa lain selain jasa audit; (4) lama
penugasan audit; (5) besar kantor akuntan; dan (6) besarnya audit fee. Responden yang dipilih meliputi direktur keuangan perusahaan
yang telah go public, partner KAP, pejabat kredit bank dan lembaga keuangan non bank, dan
Bapepam. Hasil penelitian Pany dan Reckers (1980) ini menunjukkan bahwa
hadiah meskipun jumlahnya sedikit berpengaruh signifikan terhadap independensi
auditor, sedangkan ukuran klien tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian
oleh Knapp (1985) menunjukkan bahwa subyektivitas terbesar dalam teknik standar
mengurangi kemampuan auditor untuk bertahan dalam tekanan klien dan posisi
keuangan yang sehat mempunyai kemampuan untuk menghasilkan konflik audit.
Mayangsari (2003) menemukan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama dengan
menggunakan alat analisis ANOVA diperoleh hasil bahwa auditor yang memiliki
keahlian dan independen memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup
perusahaan yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki salah
satukarakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya. Hasil pengujian
hipotesis kedua dengan menggunakan uji Simple Factorial Analysis of Variance diperoleh hasil bahwa auditor yang ahli lebih
banyak mengingat informasi yang atypical sedangkan auditor yang tidak ahli lebih banyak mengingat
informasi yang typical. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian
ini:
H3: Independensi berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit
Selanjutnya, Nichols dan Price (1976) menemukan bahwa ketika
auditor dan manajemen tidak mencapai kata sepakat dalam aspek kinerja, maka
kondisi ini dapat mendorong manajemen untuk memaksa auditor melakukan tindakan
yang melawan standar, termasuk dalam pemberian opini. Kondisi ini akan sangat
menyudutkan auditor sehingga ada kemungkinan bahwa auditor akan melakukan apa
yang diinginkan oleh pihak manajemen. Deis dan Giroux (1992) mengatakan
bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor untuk melawan standar
profesional dan dalam ukuran yang besar, kondisi keuangan klien yang sehat
dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor dengan cara melakukan
pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan
dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan independensi mereka melemah.
Posisi auditor juga sangat dilematis dimana mereka dituntut untuk memenuhi
keinginan klien namun di satu sisi tindakan auditor dapat melanggar standar
profesi sebagai acuan kerja mereka. Hipotesis dalam penelitian mereka terdapat
argumen bahwa kemampuan auditor untuk dapat bertahan di bawah tekanan klien
mereka tergantung dari kesepakatan ekonomi, lingkungan tertentu, dan perilaku
termasuk di dalamnya mencakup etika profesional.
H4: Interaksi independensi dan etika auditor
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
3. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah
dirumuskan, penelitian ini dilakukan dengan pendekatanexplanatory research yaitu memberikan penjelasan pengaruh
kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor
sebagai variabel moderasi.
Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
auditor yang ada di wilayah Jawa Timur. Sesuai dengan daftar dalam Directory Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik 2006, KAP yang ada di
Jawa Timur berjumlah 53 dimana dalam penelitian ini diasumsikan bahwa tiap-tiap
KAP memiliki 5 auditor. Responden dalam penelitian ini adalah para akuntan
publik yang terdapat dalam Kantor Akuntan Publik dimana ia menjalankan proses
audit, yaitu yang melakukan pengujian terhadap laporan keuangan. Alasan
pemilihan tersebut adalah akuntan publik melakukan pemeriksaan terhadap laporan
keuangan dan memberikan pendapat atas dasar hasil pemeriksaan tersebut,
sehingga mereka terlibat dalam penentuan kualitas audit. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan cara simple random sampling dimana dilakukan dengan mengambil secara
langsung dari populasinya secara random. Penentuan sampel sebanyak 5 orang
untuk tiap-tiap KAP berdasarkan hasil pengamatan jumlah rata-rata auditor yang
dimiliki KAP di Kota Malang, sehingga pada penelitian ini diasumsikan bahwa
tiap-tiap KAP di Jawa Timur memiliki 5 auditor.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner yang dikirim melalui surat (mail survey) yang disebut dengan data primer. Auditor yang menjadi sampel,
akan dikirimi kuesioner yang berisi kumpulan pertanyaan tentang kompetensi,
independensi, etika auditor dan kualitas audit. Peneliti akan menggunakan
sistem bebas perangko balasan agar respon rate yang diinginkan tercapai. Apabila diperlukan, peneliti juga akan
melakukan konfirmasi melalui kontak telepon pada KAP untuk mengingatkan dan
percepatan pengembalian kuesioner.
Operasionalisasi Variabel dan Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (dependen)
yaitu kualitas audit, dua variabel bebas (independen) yaitu independensi dan
kompetensi, dan satu variabel moderasi yaitu etika auditor. Secara operasional
variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kompetensi (X1)
Peneliti menggunakan dua dimensi kompetensi dari Murtanto (1998)
dalam Mayangsari (2003) yaitu pengalaman dan pengetahuan. Peneliti menggunakan
pertanyaan sebagai indikator sebagai berikut : (1) jumlah klien yang diaudit,
(2) komunikasi dengan klien, (3) ketepatan waktu penyelesaian audit, (4)
kecakapan asisten, (5) litigasi perusahaan, (6) pengetahuan dari pendidikan
strata, dan (7) pengetahuan dari pelatihan dan kursus. Semua item pertanyaan
diukur pada skala Likert 1 sampai 5.
2. Independensi (X2)
Ada dua dimensi yang digunakan dalam variabel ini yaitu dimensi
tekanan klien dan lama kerjasama dengan klien. Terdapat 5 pertanyaan sebagai
indikator yaitu (1) pengungkapan kecurangan klien, (2) besarnya fee audit, (3)
pemberian fasilitas dari klien, (4) penggantian auditor, dan (5) penggunaan
jasa non audit. Semua item pertanyaan diukur pada skala Likert 1 sampai 5.
3. Etika Auditor (X3)
Maryani dan Ludigdo (2001) mengembangkan
beberapa faktor dari penelitian sebelumnya yang memungkinkan berpengaruh
terhadap perilaku etis akuntan. Faktor-faktor tersebut dalam penelitian ini
digunakan sebagai indikator dalam pertanyaan, yaitu (1) imbalan yang diterima,
(2) organisasional, (3) lingkungan keluarga, dan (4) emotional quotient (EQ). Semua item pertanyaan diukur pada skala Likert
1 sampai 5.
4. Kualitas Audit (Y)
Wooten (2003) telah mengembangkan model kualitas audit dari
membangun teori dan penelitian empiris yang ada. Model yang disajikan oleh
Wooten dalam penelitian ini dijadikan sebagai indikator untuk kualitas audit,
yaitu (1) deteksi salah saji, (2) kesesuaian dengan SPAP, (3) kepatuhan
terhadap SOP, (4) risiko audit, (5) prinsip kehati-hatian, (6) proses
pengendalian atas pekerjaan oleh supervisor, dan (7) perhatian yang diberikan
oleh manajer atau partner. Semua item pertanyaan diukur pada skala Likert 1
sampai 5.
Pengukuran Variabel
Untuk mengukur variabel diatas, metode
analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Moderate Two Way Interactions. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X1 X3 + b5 X2 X3 + e
Dimana:
Y = kualitas audit
a = konstanta
b = koefisien regresi
X1 = variabel kompetensi
X2 = variabel independensi
X3 = variabel etika auditor
Pengujian validitas dilakukan untuk menguji
apakah pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner telah sesuai mengukur konsep yang
dimaksud dengan uji korelasi Pearson. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk
menguji kestabilan dan konsistensi instrumen dalam mengukur konsep dengan
teknik Cronbach Alpha. Untuk dapat melakukan Analisis Regresi
Moderasi perlu pengujian asumsi persyaratan analisis agar data bermakna dan
bermanfaat (Ghozali, 2005:57-81) dengan uji asumsi klasik yaitu Uji Normalitas,
autokorelasi, dan uji heterokedastisitas
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Deskripsi Responden
Berdasarkan Kantor Akuntan Publik dan Akuntan
Publik Directory 2006, KAP yang ada di wilayah Jawa Timur
meliputi Surabaya sejumlah 47 KAP dan Malang sejumlah 6 KAP. Sampel penelitian
adalah seluruh auditor KAP yang ada di wilayah Jawa Timur. Penelitian dilakukan
dengan menyebarkan 220 kuesioner kepada seluruh auditor yang ada di KAP wilayah
Jawa Timur dengan asumsi setiap KAP memiliki kurang lebih 5 orang auditor.
Namun tidak semua KAP menerima kuesioner karena terdapat 3 KAP yang tidak
bersedia menerima kuesioner dan 7 KAP telah berpindah alamat. Kuesioner yang
kembali adalah sebanyak 75 responden dan semua dapat dianalisa. Secara
umum dalam penelitian ini dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
1.
usia responden antara 21- 25 tahun 29
orang (38.67%), 26 – 30 tahun 22 orang (29,33%), 31 – 35 tahun 14 orang dan
lebih dari 35 tahun 10 orang (13,33%),
2.
Responden dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 43 orang (57,33%) dan responden laki – laki 32 orang (42,67%),
3.
Latar belakang pendidikan responden
untuk Ahli Madya sebanyak 6 orang (8%), Sarjana Akuntasi 60 orang (80%),
Sarjana Ekonomi Lainnya 3 orang (4%) dan Pasca Sarjana 6 orang (8%), dan
4.
Masa kerja responden adalah untuk
masa kerja kurang dari 1 tahun sebanyak 3 orang (4%), lebih dari 1 tahun sampai
kurang dari 2 tahun 22 0rang (29%), lebih dari 2 tahun sampai kurang dari 3
tahun 18 orang (24%), lebih dari 3 tahun sampai kurang dari 4 tahun 10 orang
(13%), lebih dari 4 tahun sampai kurang dari 5 tahun 6 orang (8%) dan lebih
dari 5 tahun 16 orang (16%).
Uji Validitas, Reliabilitas dan Uji asumsi Klasik
Pengujian instrumen penelitian baik dari segi
validitasnya maupun reliabilitasnya terhadap 75 responden diperoleh bahwa hasil
instrumen penelitian yang dipergunakan adalah valid yang nilai korelasinya
lebih besar dari 0,3 (Masrun dalam Sugiyono, 2002:106) dan koefisien
keandalannya (Cronbach Alpha) lebih besar dari 0,6 (Sekaran, 2003:311). Dimana,
untuk variabel kompetensi mempunyai nilai korelasi yang lebih besar dari 0,3
kecuali pertanyaan X16, sehingga tanpa mengikutsertakan X16 diperoleh koefisien alphanya sebesar 0,6629 dan semua item
pertanyaan kuesioner untuk variable independensi, etika dan kualitas audit
adalah valid dan reliable. Hasil pengujian dan item-item pertanyaan disajikan
pada lampiran. Dalam penelitian ini uji asumsi klasik dilakukan dengan
melihat grafik dan nilai durbin watson. Uji grafik menunjukkan bahwa model
regresi memenuhi asumsi normalitas dan tidak terjadi heterokedastisitas pada
model regresi. Uji autokorelasi menggunakan Durbin Watson Test dimana menurut Santoso (2000:219), angka D-W
di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. Data menunjukkan Durbin Watson senilai 1.695, sehingga variabel tersebut independen (tidak ada
autokorelasi). Grafik dan nilai Durbin Watson disajikan dalam lampiran.
Pengujian Hipotesis
Seperti dijelaskan pada metode penelitian,
peneliti menggunakan variabel moderasi etika auditor sebagai variabel
kontijensi. Oleh karena itu peneliti akan menentukan pengaruh variabel
kompetensi (X1),
independensi (X2),
dan variabel etika auditor (X3) terhadap kualitas audit untuk mengetahui
diterima atau tidaknya hipotesis penelitian yang pertama, kedua dan ketiga.
Selanjutnya untuk menguji hipotesis keempat memasukkan variabel moderasian
etika auditor. Nilai-nilai hasil pengolahan dengan menggunakan SPSS dapat
dilihat pada lampiran. Berdasarkan nilai-nilai tersebut terlihat bahwa
kompetensi, independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit karena tingkat signifikansi t lebih kecil dari α = 0,10 yakni t (X1) = 0,012; t (X2) = 0,033 ; t (X3) = 0,000. Hasil pengujian ini mendukung
hipotesis 1, dimana kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Hal ini dibuktikan dengan signifikansi t lebih besar dari α yang ditetapkan (α
= 0,10), yaitu 0,009. Hasil pengujian ini juga mendukung hipotesis 3 dimana
independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Ini ditunjukkan
dengan nilai signifikansi t lebih kecil dari α = 0,10 yakni 0,080. Selain itu,
dari analisis diperoleh nilai R2 = 0,777. Angka ini menunjukkan bahwa variasi nilai kualitas
audit (Y) yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi sebesar 77,7% atau
dengan kata lain pengaruh variabel kompetensi (X1) dan independensi (X2) terhadap kualitas audit (Y) adalah
kuat. Sementara itu hipotesis kedua dan hipotesis keempat diuji dengan
analisis regresi moderasi (two way
interactions).
Data hasil analisis regresi moderasian menunjukkan bahwa tidak adanya variabel
moderasi X1.X3, karena dari hasil oleh data variabel
tersebut keluar dari model (lihat lampiran). Berdasarkan hasil analisis regresi
dihasilkan model regresi sebagai berikut:
Y = 0,776 + 0,241X1 – 0,258 X2 + 0,451X2.X3 + e
Hasil pengujian ini tidak berhasil mendukung
hipotesis 2 bahwa interaksi kompetensi dan etika auditor berpengaruh terhadap
kualitas audit, karena kedua variabel tersebut dikeluarkan dari model menurut
hasil olah data SPSS. Namun pengujian ini mendukung hipotesis 4 bahwa interaksi
independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi t dari masing-masing variabel lebih
kecil dari α yang ditetapkan (α = 0,10) yaitu untuk X1 = 0,009, X2 = 0,080 dan interaksi X2 dan X3 = 0,000.
Pembahasan
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis
pertama bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal ini berarti
bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik.
Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan.
Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa
meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat
maksimal dalam praktiknya. Penerapan pengetahuan yang maksimal tentunya akan
sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki. Hasil penelitian
ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Libby (1989), Ashton
(1991), Choo dan Trootman (1991), dalam Mayangsari (2003) bahwa pengalaman dan
pengetahuan merupakan faktor penting yang berkaitan dengan pemberian opini
audit, dimana dalam penelitian ini hal tersebut termasuk dalam risiko audit
sebagai indikator pada kualitas audit. Sesuai dengan standar umum bahwa
auditor disyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang
ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman
dalam bidang industri yang digeluti kliennya (Arens dan Loebbecke, 1997).
Pengalaman juga akan memberikan dampak pada setiap keputusan yang diambil dalam
pelaksanaan audit sehingga diharapkan setiap keputusan yang diambil adalah
merupakan keputusan yang tepat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama
masa kerja yang dimiliki auditor maka auditor akan semakin baik pula kualitas
audit yang dihasilkan. Pengaruh interaksi kompetensi dan etika auditor
terhadap kualitas audit dalam penelitian ini tidak dapat diketahui karena dari
hasil olah data menurut SPSS, kedua variabel tersebut dikeluarkan dari model (Excluded Variables). Akibat dikeluarkan kedua variabel dari model, maka pengaruh
interaksi kompetensi dan etika auditor terhadap kualitas audit tidak dapat
dianalisa. Hasil ini tidak berhasil mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Behn et al. (1997) dalam Widagdo et al. (2002) yang mengembangkan atribut kualitas audit dimana salah
satunya adalah standar etika yang tinggi, sedangkan atribut lainnya terkait
dengan kompetensi. Hasil pengujian dengan regresi berganda menunjukkan
bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dimana hal
ini telah sesuai dengan hipotesis ketiga bahwa kompetensi berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Hasil ini sesuai dengan penelitian Deis dan
Giroux (1992) bahwa lama waktu auditor melakukan kerjasama dengan klien (tenure) berpengaruh terhadap kualitas audit, dimana tenure merupakan hal yang terkait dengan independensi. Pendapat De
Angelo (1981) yang menyatakan bahwa independensi merupakan hal yang penting
selain kemampuan teknik auditor juga sesuai dengan hasil penelitian ini.
Auditor harus memiliki kemampuan dalam mengumpulkan setiap
informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut
harus didukung dengan sikap independen. Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap
independen merupakan hal yang melekat pada diri auditor, sehingga independen
seperti telah menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki. Tidak mudah
menjaga tingkat independensi agar tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya.
Kerjasama dengan klien yang terlalu lama bisa menimbulkan kerawanan atas
independensi yang dimiliki auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang
disediakan klien selama penugasan audit untuk auditor. Bukan tidak mungkin
auditor menjadi ”mudah dikendalikan” klien karena auditor berada dalam posisi
yang dilematis. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis keempat bahwa
interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Deis
dan Giroux (1992) bahwa kemampuan auditor untuk bertahan di bawah tekanan
klien, dalam hal ini independensi, tergantung pula oleh etika profesional.
Kredibilitas auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat yang
menggunakan jasa mereka. Auditor yang dianggap telah melakukan kesalahan maka
akan mengakibatkan mereduksinya kepercayaan klien. Namun meskipun demikian
klien tetap merupakan pihak yang mempunyai pengaruh besar terhadap auditor. Hal
tersebut bisa dilihat dari kondisi saat ini dimana telah terdapat berbagai
regulasi yang mengatur mengenai kerjasama klien dengan auditor. Kualitas
audit yang dipengaruhi oleh independensi dan etika dalam melaksanakan tugas
audit masih terkait dengan perilaku klien kepada auditor. Klien yang
menginginkan hasil audit sesuai dengan kebutuhannya tentu akan memperlakukan
auditor dengan lebih baik dimana auditor harus bersikap tegas jika dihadapkan
pada situasi yang demikian.
5. Kesimpulan dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa
kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini berarti
bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik
dimana kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan
pengetahuan. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Libby
(1989), Ashton (1991), Choo dan Trootman (1991), dalam Mayangsari (2003).
Sementara itu, interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Pengaruh interaksi kompetensi dan etika
auditor terhadap kualitas audit dalam penelitian ini tidak dapat diketahui karena
dari hasil pengujian ternyata kedua variabel tersebut keluar dari model (Excluded Variables). Hasil ini tidak berhasil mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Behn et al. (1997) dalam Widagdo et al. (2002). Penelitian ini juga menemukan bukti empiris bahwa
independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hasil ini
konsisten dengan penelitian Shockley (1981), De Angelo (1981), Knapp (1985),
Deis dan Giroux (1992), Mayangsari (2003). Selanjutnya interaksi independensi
dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini
berarti kualitas audit didukung oleh sampai sejauh mana auditor mampu bertahan
dari tekanan klien disertai dengan perilaku etis yang dimiliki. Penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Nichols dan Price (1976), Deis
dan Giroux (1992). Pada sisi lain, penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, penelitian hanya
dilakukan pada KAP yang ada di Jawa Timur sehingga hasil penelitian hanya mencerminkan
mengenai kondisi auditor di Jawa Timur. Kedua, peneliti tidak membedakan
auditor sebagai responden berdasarkan posisi mereka di KAP (yunior, senior dan
supervisor) sehingga tidak diketahui secara pasti tingkat kompetensi,
independensi dan etika yang dimiliki. Ketiga, variable moderasi yang digunakan
dalam penelitian ini hanyalah etika auditor, padahal masih banyak variabel
perilaku lain maupun faktor kondisional yang dapat mempengaruhi kualitas audit.
Penelitian di masa mendatang hendaknya meneliti hal-hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdolmohammadi, M. dan A. Wright. 1987. An
Examination of The Effects of Experience and Task Complexity on Audit
Judgments. The Accounting
Review. Januari.
p. 1-13.
Antle, R. 1984. Auditor Independence. Journal of Accounting Research. Spring. p. 1-20.
Ashton, A.H. 1991. Experience and Error
Frequency Knowledge as Potential Determinants of Audit Expertise. The Accounting Review. April. p. 218-239.
Bonner, S.E. 1990. Experience Effect in
Auditing: The Role of Task Spesific Knowledge. The Accounting Review. Januari. p. 72-92.
Bonner, S.E. dan B.L. Lewis. 1990.
Determinants of Auditor Expertise. Journal Accounting Research (Supplement). p 1-28.
Choo, F. dan K.T. Trotman. 1991. The
Relationship Between Knowledge Structure and Judgments for Experienced and
Inexperienced Auditors. The Accounting Review. Juli. p. 464-485.
Chow, C.W. dan S.J. Rice. 1982. Qualified
Audit Opinions and Auditor Switching. The Accounting Review. April. p. 326-335.
0 Response to "PENGARUH KONDISI KEUANGAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN"
Post a Comment